Jangan Salah Kutip! Begini Cara Tepat Menuliskan Hasil Wawancara yang Rapi dan Sesuai Kaidah Akademik
![]() |
Oleh : Mallikatul Hanin |
Dalam menyusun karya tulis ilmiah, terdapat berbagai jenis sumber yang dapat dijadikan rujukan, salah satunya adalah hasil wawancara. Oleh karena itu, penting bagi seorang peneliti untuk memahami cara mengutip hasil wawancara secara tepat dan sesuai kaidah. Hal ini bertujuan agar informasi yang disampaikan kepada pembaca jelas berasal dari proses wawancara, sekaligus mencantumkan nama narasumber sebagai bentuk penjaminan kredibilitas data atau pernyataan yang digunakan. Lantas, bagaimana cara mencantumkan wawancara tersebut dalam daftar pustaka? Berikut penjelasannya.
Bolehkah Wawancara Dijadikan Referensi dalam Karya Ilmiah?
Dalam dunia penulisan akademik, banyak yang bertanya-tanya: apakah hasil wawancara bisa dijadikan referensi yang sah? Jawabannya adalah ya, boleh. Wawancara term
asuk salah satu sumber data yang diakui dalam penelitian ilmiah, sejajar dengan teknik pengumpulan data lainnya seperti observasi dan kuesioner.
Hal penting yang perlu diperhatikan adalah kredibilitas narasumber. Narasumber tidak harus tokoh terkenal, tapi harus memiliki pemahaman mendalam tentang topik yang dibahas. Misalnya, jika meneliti kegagalan produk di perusahaan, maka wawancara sebaiknya dilakukan dengan tim pemasaran, bukan divisi lain. Dengan pendekatan yang tepat, wawancara bisa menjadi sumber data yang valid dan memperkuat argumen dalam penelitian.
Menyajikan Data Wawancara dalam Karya Ilmiah: Tak Bisa Asal Tulis
Wawancara merupakan sumber penting dalam penelitian, namun cara menyajikannya dalam karya ilmiah tidak bisa sembarangan. Data hasil wawancara perlu diolah agar mudah dipahami dan tetap menjaga makna yang disampaikan narasumber. Menurut The Writing Center dari University of Wisconsin-Madison, ada tiga cara utama menyajikan hasil wawancara dalam tulisan ilmiah:
1. Kutipan Langsung: Digunakan jika pernyataan narasumber dirasa kuat dan penting disampaikan utuh. Diberi tanda kutip dan disertai nama serta tanggal wawancara. Contoh: “Pendidikan adalah pondasi masa depan,” ujar Siti Nurhaliza (wawancara, 15 September 2023).
2. Parafrase : Pernyataan narasumber diubah susunan katanya agar lebih ringkas dan sesuai gaya penulisan ilmiah, tanpa mengubah makna. Contoh: Menurut Siti Nurhaliza, pendidikan merupakan dasar penting bagi masa depan anak-anak.
3. Rangkuman Naratif : Hasil wawancara disusun dalam bentuk narasi, biasanya jika ada beberapa narasumber atau ingin menggambarkan keseluruhan proses wawancara. Contoh: Guru, siswa, dan orang tua menyampaikan pandangan tentang teknologi pendidikan. Siti Nurhaliza, misalnya, menilai teknologi sangat membantu siswa dalam mengakses informasi.
Menulis Kutipan Wawancara dalam Karya Ilmiah: Simpel tapi Penting
Dalam karya ilmiah, kutipan dari hasil wawancara bisa menjadi data yang sangat kuat—asal disajikan dengan benar. Secara umum, ada dua cara menyisipkan kutipan dari wawancara ke dalam tulisan: kutipan langsung dan tidak langsung.
1. Kutipan Langsung : Kutipan langsung berarti menuliskan ucapan narasumber secara persis, diapit tanda kutip dua. Setelah itu, tambahkan informasi wawancara: nama narasumber (atau inisial/profesi jika ingin anonim) dan tahun wawancara. Contoh: “Pemerintah harus lebih memperhatikan sektor UMKM dalam pembangunan ekonomi,” (Wawancara dengan Bapak A, 2023). Jika narasumber ingin identitasnya disamarkan, penulis bisa menyebutkannya sebagai "seorang guru," "pedagang pasar," atau cukup dengan inisial.
2. Kutipan Tidak Langsung (Parafrase) : Jika ingin menyampaikan inti pendapat narasumber dengan gaya bahasa sendiri, gunakan parafrase. Narasumber bisa disebut di awal atau akhir kalimat, lalu tambahkan keterangan wawancara dan tahun. Contoh: Bapak A menjelaskan bahwa sektor UMKM memegang peran penting dalam pembangunan ekonomi (Wawancara, 2023). Menulis kutipan wawancara tak perlu rumit, tapi harus tepat. Dengan cara yang benar, kutipan akan terasa hidup dan memperkuat argumen dalam tulisan ilmiah.
Menuliskan Daftar Pustaka dari Hasil Wawancara: Jangan Asal Cantumkan!
Wawancara bisa menjadi sumber penting dalam karya ilmiah, tapi menyusun daftar pustakanya tidak boleh sembarangan. Ada format khusus yang perlu diikuti agar referensi tetap valid dan rapi secara akademis. Mengacu pada pedoman dari Politeknik Pertanian Negeri Kupang, format umumnya mencakup nama narasumber, tahun, tema wawancara (jika ada), jenis referensi (Hasil Wawancara Pribadi), tanggal, dan lokasi wawancara. Contohnya: Dog S.D. 2008. “Balistik dalam Konsep Modern”. Hasil Wawancara Pribadi: 9 Juni 2008, University of West Cheam.
Namun, perlu dicatat bahwa format ini bisa berbeda tergantung kebijakan kampus. Ada pula versi sederhana seperti: Bapak A. (2023). Wawancara pribadi. 1 Oktober 2023, Jakarta.
Perlu diingat bahwa penting untuk menyesuaikan format dengan gaya sitasi yang berlaku di institusi masing-masing agar karya ilmiah tetap kredibel dan sesuai kaidah.
(Sumber Bacaan : penerbitdeepublish.com)
Comments
Post a Comment