Meugang : Aroma Daging, Rasa Tradisi, dan Warisan yang Tak Tergantikan!


    


By : MALLIKATUL HANIN

    Meugang merupakan salah satu tradisi khas masyarakat Aceh yang telah berlangsung selama berabad-abad. Momen ini bukan sekadar tentang mengonsumsi daging, tetapi juga memiliki makna sosial, budaya, dan spiritual yang dalam. Setiap kali meugang tiba, aroma daging yang menggoda selera menyeruak di seluruh penjuru Aceh, membawa kenangan masa lalu serta mempererat hubungan keluarga dan masyarakat. Tradisi ini menjadi warisan yang tak tergantikan, bukan hanya bagi orang Aceh tetapi juga sebagai bagian dari kekayaan budaya Indonesia.

Aroma Daging: Pintu Masuk Kenangan dan Kebersamaan

    Aroma daging yang dimasak saat meugang memiliki kekuatan luar biasa dalam membangkitkan memori dan emosi. Dalam studi neurosains, disebutkan bahwa aroma dapat langsung terhubung dengan bagian otak yang bertanggung jawab atas memori dan emosi. Oleh karena itu, banyak orang Aceh yang merantau merasa rindu ketika mengingat bau khas masakan Meugang yang memenuhi rumah saat mereka masih kecil. (Rachel Herz , The Role of Odor-Evoked Memory in Psychological and Physiological Health,2016) 

    Di pasar-pasar Aceh, aroma daging segar bercampur dengan rempah-rempah khas seperti kunyit, cabai, dan bawang yang sedang ditumis. Bau ini bukan hanya menggugah selera, tetapi juga menjadi simbol dimulainya hari istimewa. Saat pulang ke rumah, aroma masakan yang lebih kuat menyeruak dari dapur, menandakan bahwa keluarga tengah bersiap menyambut hari besar dengan sukacita.

    Selain itu, meugang juga memiliki makna spiritual. Diadakan menjelang Ramadhan dan hari raya Islam lainnya, meugang mengajarkan umat Islam di Aceh tentang pentingnya bersyukur atas rezeki yang diberikan. Menyantap daging sebelum memasuki bulan puasa adalah simbol kesiapan fisik dan mental dalam menjalani ibadah dengan penuh semangat. (Kementrian Agama Provinsi Aceh,Makmeugang sebuah tradisi rutin di Aceh)

    Dalam budaya Aceh, ada ungkapan bahwa "Meugang meunyo hana si, hanjeut Meugang" yang berarti "Meugang tanpa daging bukanlah Meugang". Ungkapan ini menunjukkan betapa kuatnya ikatan antara tradisi meugang dan konsumsi daging dalam masyarakat Aceh. Oleh karena itu, meskipun harga daging sering kali melonjak tinggi menjelang meugang, masyarakat tetap berusaha untuk membeli daging demi menjaga tradisi ini tetap hidup.

Hidangan Khas Meugang: Warisan Kuliner yang Tak Tergantikan

    Setiap daerah di Aceh memiliki cara khas dalam mengolah daging saat meugang. Salah satu  hidangan yang paling popular adalah  Sie Reuboh  Daging yang dimasak dengan cuka, cabai, dan rempah-rempah hingga memiliki cita rasa asam pedas yang khas. Setiap rumah tangga memiliki resep turun-temurun yang diwariskan dari generasi ke generasi, menjadikan setiap masakan meugang memiliki cita rasa unik yang khas dari keluarga masing-masing. (Pemerintah Kota Banda Aceh, Serba-serbi Meugang Tradisi Unik di Aceh Menjelang Ramadhan dan Hari Raya) 

    Aroma daging yang khas saat meugang bukan hanya menggugah selera, tetapi juga membangkitkan kenangan, mempererat kebersamaan, dan menjaga nilai-nilai budaya yang telah diwariskan turun-temurun. Tradisi ini mengajarkan masyarakat tentang pentingnya berbagi, bersyukur, dan menghormati warisan leluhur. Aroma Daging dalam tradisi meugang lebih dari sekadar hidangan, ia merupakan simbol kebersamaan, rasa syukur, dan identitas budaya masyarakat Aceh. Meskipun menghadapi berbagai tantangan, nilai-nilai luhur yang terkandung dalam tradisi ini menjadikannya sebagai warisan budaya yang tak tergantikan dan patut untuk terus dilestarikan oleh generasi mendatang.

Oleh : Mallikatul Hanin Binti Azhari



Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

Pengangguran di Aceh: Bom Waktu yang Harus Segera Dijinakkan

Membedah Perbedaan Artikel Berita Dan Artikel Opini / Pendapat